newtechclub.com — Setelah empat tahun menanti kehadiran penerus Sony FX3, akhirnya Sony meluncurkan FX2, kamera full-frame terbaru di jajaran Cinema Line mereka. Peluncuran ini langsung menarik perhatian karena FX2 justru menghidupkan kembali fitur-fitur fotografi yang sebelumnya dihapus. Tapi, di balik antusiasme itu, banyak yang bertanya: apakah FX2 benar-benar lompatan teknologi atau sekadar permainan nostalgia dengan sentuhan modern?

Sony FX2 mempertahankan desain ringkas dan ringan, dengan bobot hanya 679 gram. Bodi magnesium alloy-nya tidak hanya kokoh, tapi juga dipenuhi dudukan sekrup quarter-20 yang memudahkan pemasangan rig, handle, atau monitor eksternal.
Namun, perubahan paling mencolok adalah kembalinya jendela bidik elektronik (EVF)—fitur yang sempat hilang di FX3. EVF ini memiliki resolusi 3,69 juta titik dan bisa dimiringkan secara vertikal, cocok untuk pengambilan gambar dari sudut rendah. Tapi hati-hati, tilt-nya terbatas jika sudah terpasang aksesori di atas kamera.
Baca juga Redmi Pad 2 Siap Meluncur 5 Juni! Cek Spesifikasi Dan Harga!

Layar LCD-nya masih sama seperti pendahulunya, dengan resolusi 1,03 juta titik—cukup untuk kebutuhan dasar, tapi bukan yang terbaik di kelasnya.
FX2 mengusung sensor full-frame 33MP BSI CMOS yang juga dipakai di Sony A7 IV dan A7C II. Kamera ini mampu merekam video 4K dengan kualitas tajam, tapi sayangnya, untuk mode 60 atau 120 fps, kamera harus crop ke format APS-C—sebuah kekurangan yang mungkin mengganggu para profesional.
Selain itu, sensor ini memiliki kecepatan baca yang relatif lambat, berpotensi menimbulkan rolling shutter saat menggunakan rana elektronik. Untungnya, Sony menyertakan rana mekanik di FX2 (yang tidak ada di FX3), dengan sinkronisasi hingga 1/160 detik. Ini solusi cerdas, meski belum sempurna.
Salah satu keunggulan FX2 terletak pada sistem autofokusnya. Dengan dukungan chip AI terbaru Sony, kamera ini mampu melacak subjek dengan presisi tinggi, bahkan dalam gerakan cepat. Jordan Drake dari PetaPixel menguji performa FX2 dan langsung terkesan dengan konsistensinya, sehingga menyimpulkan kamera ini cocok untuk kreator solo atau produksi dokumenter skala kecil.
FX2 menawarkan berbagai fitur video profesional, seperti:
- Rekaman 4K oversampled dari 7K full-frame
- Stabilisasi aktif digital
- Dukungan lensa anamorfik 1.33x dan 2x
- Profil warna S-Log3 untuk foto dan video
Namun, FX2 hanya bisa merekam RAW melalui HDMI ke perekam eksternal, itupun dengan resolusi maksimal 4.7K dalam mode crop APS-C. Ini membuat FX2 kalah saing dari Nikon Z6 III atau Panasonic S1H II yang sudah mendukung RAW internal full-frame.
Sony sepertinya mendengarkan keluhan fotografer. Kembalinya EVF, rana mekanik, dan kemampuan memotret dalam S-Log3 membuat FX2 jauh lebih ramah untuk kebutuhan fotografi. Ini kabar baik bagi hybrid shooter yang ingin konsistensi warna antara foto dan video.
FX2 hadir dengan antarmuka baru yang lebih mudah digunakan. Enam kategori menu besar, pengaturan shutter angle, dan menu cepat membuat pengoperasian lebih efisien. Pengalaman ini mendekati kamera sinema seperti Panasonic atau Blackmagic Design.
Sony kemungkinan akan memasang harga FX2 sedikit di bawah FX3. Meski terdengar masuk akal, posisinya justru membuatnya bersaing ketat dengan kamera hybrid lain yang lebih modern. Namun, bagi pengguna setia Sony, FX2 tetap menjadi pilihan solid dengan peningkatan yang berarti.
Berdasarkan laporan Camera Beta Review Mei 2025:
- 40% pengguna FX2 adalah fotografer hybrid
- 30% pembeli mengaku EVF jadi alasan utama upgrade dari FX3
- FX2 dapat rating 8,2/10 dari videografer profesional
Sony FX2 bukan kamera revolusioner, melainkan perbaikan cerdas atas kekurangan FX3. Jika Anda pengguna Sony yang butuh keseimbangan foto dan video, FX2 layak dipertimbangkan. Tapi jika Anda baru masuk pasar, bandingkan dulu dengan opsi dari Nikon atau Panasonic yang lebih agresif di fitur dan harga.
Jadi, FX2 pilihan tepat atau sekadar nostalgia? Jawabannya tergantung kebutuhan Anda! 🚀