newtechclub.com – Xiaomi tidak hanya ingin merajai pasar global, tetapi juga bersiap menghadapi skenario terburuk. Belajar dari Huawei yang terjungkal akibat embargo teknologi AS, Xiaomi kini bergerak cepat dengan mengembangkan sistem operasi mandiri, lepas dari ketergantungan pada Google Mobile Services (GMS).
Menurut laporan WCCF Tech, Xiaomi sedang menyempurnakan versi khusus HyperOS yang bisa berjalan tanpa aplikasi Google. Meski saat ini mereka masih bebas menggunakan layanan Google, langkah ini membuktikan kesiapan Xiaomi jika suatu hari pembatasan serupa menimpa mereka.

Yang lebih mengejutkan, Xiaomi tidak bekerja sendirian. Mereka menggandeng BBK Electronics—induk perusahaan Oppo, Vivo, dan Realme—untuk memperkuat pengembangan HyperOS. Bahkan, kabarnya Huawei juga turut berkontribusi dalam pembuatan HyperOS 3.
Baca juga Realme C53 NFC: Desain iPhone 14 Pro, Harga Sejutaan!
Langkah ini jelas menarik perhatian. Di tengah persaingan sengit industri smartphone, kerja sama antara Xiaomi, BBK, dan Huawei terbilang langka. Namun, jika melihat situasi geopolitik dan ancaman embargo, kolaborasi ini lebih dari sekadar strategi bisnis—ini adalah upaya bertahan hidup.

Huawei, yang kehilangan akses GMS sejak 2019, menjadi bukti nyata betapa bahayanya ketergantungan pada layanan asing. Xiaomi jelas tidak ingin mengulang kesalahan yang sama.
Tak hanya mengembangkan OS, Xiaomi juga dikabarkan sedang merancang chipset buatan sendiri dengan fabrikasi 3nm. Langkah ini sangat ambisius karena bisa mengurangi ketergantungan pada Qualcomm dan MediaTek. Dengan teknologi 3nm, Xiaomi berharap bisa menawarkan performa lebih kencang, efisiensi daya lebih baik, dan suhu lebih stabil—faktor kunci untuk bersaing di segmen premium.
Pertanyaan besarnya: bisakah OS tanpa Google menarik minat pasar global?
Pengalaman Huawei membuktikan bahwa ini tidak mudah. Tanpa Google Play Store, YouTube, Maps, dan layanan populer lainnya, konsumen di luar China—termasuk Indonesia—bisa berpikir dua kali sebelum membeli. Xiaomi tentu sadar akan hal ini dan sedang mencari solusi agar tetap kompetitif di pasar internasional.
Namun, jika berhasil, Xiaomi bisa membuka era baru smartphone China yang benar-benar mandiri. Bagi konsumen Asia Tenggara, ini bisa jadi awal pilihan yang lebih beragam di masa depan.
Satu hal yang jelas: Xiaomi tidak mau lengah. Di tengah ketidakpastian geopolitik, perusahaan teknologi harus bergerak cepat dan strategis. Kolaborasi lintas merek, pengembangan OS mandiri, hingga chipset buatan sendiri membuktikan keseriusan Xiaomi menghadapi masa depan.
Apakah mereka akan sukses? Masih terlalu dini untuk dipastikan. Tapi yang pasti, Xiaomi sudah punya rencana cadangan—dan itu jauh lebih baik daripada tidak siap sama sekali.
Dengan persiapan HyperOS tanpa Google, Xiaomi berusaha lepas dari bayang-bayang ketergantungan teknologi asing. Didukung kolaborasi strategis dan pengembangan chipset mandiri, mereka siap menghadapi skenario terburuk sekalipun. Meski jalan masih panjang, Xiaomi membuktikan bahwa adaptasi adalah kunci bertahan di dunia teknologi yang terus berubah.